Perjalanan Menyembuhkan Luka Trauma Rumah Tangga dan Suara untuk Berubah

Kalau ditanya kapan mulai, aku selalu cuma bisa jawab: “entah.” Trauma itu nggak datang dengan kalender, dia datang pelan-pelan atau kadang meledak di hari yang kita kira biasa. Aku nulis ini bukan karena sudah sembuh sempurna — jauh deh — tapi karena perjalanan menyembuhkan itu butuh suara, dan aku pengin bilang: kalau aku bisa mulai, kamu juga mungkin bisa.

Kenalan dulu sama “nggak kelihatan”: apa itu trauma rumah tangga?

Trauma rumah tangga tuh seringnya nggak cuma soal pukulan fisik. Ada kata-kata yang nancap sampai pagi, ada gaslighting yang bikin kita ragu sama akal sendiri, ada kontrol yang menggerogoti harga diri. Psikologi trauma menjelaskan banyak hal: otak kita akan melakukan apa saja untuk bertahan — jadi muncul hypervigilance (siaga terus), dissociation (seolah jadi orang lain), atau malah menjelaskan sang pelaku dengan alibi demi rasa aman. Bukan lemah, cuma otak lagi bekerja overtime biar kita hidup.

Bikin catatan kecil: tanda-tanda trauma (biar nggak salah sangka)

Aku tulis ini kayak nulis daftar belanja: mudah dilihat. Kalo kamu sering merasa sangat panik pada hal kecil, atau tiba-tiba marah tanpa jelas, atau justru mati rasa, itu bisa jadi efek trauma. Susah tidur, mimpi buruk, menghindari tempat atau orang yang ‘ngingetin’, sampai merasa nggak layak bahagia — semuanya valid. Jangan langsung menyalahkan diri sendiri. Otakmu cuma punya cara bertahan, dan kadang caranya berantakan.

Hal-hal kecil yang ternyata besar pengaruhnya (spoiler: konsistensi)

Masa penyembuhan itu bukan superpower, tapi lebih mirip menabung: sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit. Terapi memang penting — cognitive behavioral therapy atau EMDR kerap membantu banyak orang — tapi ada juga hal sederhana yang underrated: tidur yang cukup, makan teratur, jaga kontak dengan teman yang memang care, olahraga ringan, menulis jurnal, dan bilang “nggak” tanpa rasa bersalah. Ya, belajar bilang “nggak” itu kerja keras, kayak ngehemat pasta gigi supaya awet, tapi worth it.

Waktu ngerasa lelah: jangan paksakan perubahan dramatis

Aku pernah coba “move on” ala film: cut from pain to happy montage in 30 seconds. Real life nggak segitunya. Ada hari aku mundur 2 langkah setelah berjalan maju 10. Itu normal. Trauma healing itu zig-zag, bukan garis lurus. Kuncinya adalah kasih ruang buat diri sendiri. Kalau perlu, bilang ke teman yang bisa dipercaya: “Hari ini aku mundur dulu, nanti aku kabarin lagi.” Bukan berarti menyerah, cuma ngasih jeda buat napas.

Suara untuk berubah: dari personal ke advokasi

Nggak semua yang selamat mau jadi advokat, dan itu juga oke. Tapi buat aku, berbicara soal pengalaman — entah lewat tulisan, diskusi komunitas, atau dukungan pada korban lain — memberi makna baru pada luka. Suara kita bisa memecah stigma, mendorong perubahan kebijakan, dan memperkuat jaringan pendukung. Kalau kamu lagi nyari sumber atau jaringan, aku pernah nemu beberapa komunitas dan program yang helpful — salah satunya bisa dicek di breakingthecycleofabuse. Bukan endorse selebgram, tapi real talk: dukungan itu nyata dan kadang cuma perlu satu klik.

Humor? Boleh. Batasnya? Jelas.

Kita perlu humor biar nggak hancur. Aku sering bercanda dengan diri sendiri soal “rebound healing” kayak beli baju baru tiap kali sedih — lucu, tapi nggak menyelesaikan masalah. Humor sehat itu bikin ringan, tapi bukan buat ngecilin pengalaman traumatis. Kalau mulai ada yang meremehkan pengalamanmu sambil bercanda, itu tandanya batasi interaksi. Tetap pake filter, jangan sampe healing jadi bahan ketawa orang lain.

Akhirnya: pesan dari aku yang masih jalanin proses

Ada satu hal yang selalu kupikirin: penyembuhan itu bukan hadiah yang harus kita dapatkan secepat mungkin, tapi hak yang harus kita pegang. Bicara pada profesional itu bukan tanda lemah, minta bantuan hukum itu bukan aib, dan memilih hidup aman itu prioritas. Kalau kamu lagi baca ini sambil nangis, selimuti diri pakai selimut tebal, ambil minum hangat, dan ingat: satu hari lagi kamu bisa mencoba satu langkah kecil. Aku di sini bareng kamu, salah satunya lewat cerita ini.

Kalau kamu mau cerita, sharing, atau cuma pengin dengar pengalaman orang lain yang juga ngeselamatin diri, DM aku. Kita bikin ruang aman, satu kata, satu langkah, satu tawa sarkastik di antara air mata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *